Modernis.co, Jakarta – Hukum pidana di Indonesia telah mengalami perubahan signifikan dengan disahkannya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru. Meskipun bertujuan untuk memperbarui dan mengkonsolidasikan hukum pidana nasional, sejumlah pasal dalam KUHP baru ini menimbulkan kontroversi dan perdebatan di masyarakat.
Berikut adalah lima kontroversi utama mengenai KUHP baru yang berlaku efektif, yaitu pada 2 Januari 2026:
1. Pasal Penghinaan Presiden dan Lembaga Negara
Salah satu pasal yang paling banyak disorot adalah pasal yang mengatur tentang penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden, serta lembaga negara. Pasal ini dinilai mengancam kebebasan berpendapat dan berekspresi, yang merupakan pilar penting dalam negara demokrasi.
Para kritikus berpendapat bahwa pasal ini dapat digunakan sebagai alat untuk membungkam kritik terhadap pemerintah, meskipun dalam KUHP baru disebutkan bahwa delik ini merupakan delik aduan, artinya hanya bisa diproses jika ada pengaduan dari pihak yang merasa dirugikan.
2. Pasal Tentang Kohabitasi (Kumpul Kebo) dan Zina
KUHP baru mempidanakan perbuatan kohabitasi (hidup bersama tanpa ikatan pernikahan sah) dan zina. Aturan ini menuai pro dan kontra karena dianggap masuk terlalu jauh ke dalam ranah privat individu. Di satu sisi, pasal ini dianggap melindungi nilai-nilai moral dan agama yang dianut oleh mayoritas masyarakat Indonesia.
Namun, di sisi lain, pasal ini mengkhawatirkan dapat disalahgunakan, terutama untuk menargetkan pasangan yang tidak menikah atau bahkan turis asing, meskipun penuntutan hanya dapat dilakukan jika ada pengaduan dari suami, istri, orang tua, atau anak.
3. Pasal Tentang Hukuman Mati
KUHP baru tetap mempertahankan hukuman mati, namun dengan memberikan masa percobaan 10 tahun. Selama masa percobaan tersebut, jika terpidana berkelakuan baik, hukuman mati dapat diubah menjadi hukuman seumur hidup.
Meskipun dianggap sebagai langkah maju menuju penghapusan hukuman mati, banyak aktivis HAM yang tetap menolak keberadaannya karena dinilai melanggar hak asasi manusia yang paling fundamental, yaitu hak untuk hidup.
4. Pasal Tentang Tindak Pidana Korupsi
Aturan mengenai korupsi dalam KUHP baru juga menjadi perdebatan. Beberapa pihak menilai sanksi pidana minimum yang diatur dalam KUHP baru lebih ringan dibandingkan undang-undang tindak pidana korupsi yang lama.
Perubahan ini dikhawatirkan dapat melemahkan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, meskipun ada argumen bahwa KUHP baru memberikan fleksibilitas bagi hakim untuk menjatuhkan sanksi yang lebih proporsional.
5. Pasal Tentang Aborsi
KUHP baru masih mempidanakan aborsi, namun memberikan pengecualian bagi korban perkosaan atau dalam kondisi darurat medis. Namun, pasal ini masih dianggap kontroversial oleh beberapa kalangan.
Para aktivis hak perempuan berpendapat bahwa aturan ini masih terlalu ketat dan berpotensi membahayakan kesehatan dan nyawa perempuan, karena aborsi yang tidak aman sering kali menjadi pilihan saat prosedur legal sulit diakses.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan KUHP baru pada tanggal 6 Desember 2022 dan Presiden Jokowi menandatangani pada 2 Januari 2023, kita liat nanti, penerapannya pada saat Peroses Persidangan maupun Penjatuhan Putusan.
Oleh: Ardisal, S.H., M.H. Advokat Pada Pancakusara Law Office